Bab 9-Milisi Kelas Pekerja dan Musuh-Musuhnya

Diambil dari “Kemanakah Arah Prancis?”, 1934

Untuk berjuang, adalah perlu untuk menjaga dan memperkuat alat-alat perjuangan–organisasi, pers, pertemuan, dan lain-lainnya. Fasisme [di Prancis] mengancam kesemuanya secara langsung dan tiba-tiba. Mereka masih terlalu lemah untuk melakukan perjuangan kekuasaan secara langsung, tetapi mereka cukup kuat untuk merontokkan organisasi-organisasi kelas pekerja sedikit demi sedikit, memperhebat kelompok-kelompoknya serta serangan-serangannya, dan untuk menyebarkan kekecewaan serta ketidakpercayaan para pekerja pada kekuatannya.

Fasisme secara tidak sadar terbantu oleh mereka yang mengatakan bahwa perjuangan fisik adalah tidak dimungkinkan atau tak berpengharapan, serta menuntut Doumergue untuk melucuti senjata milisi fasisnya. Tak ada yang lebih berbahaya bagi kaum proletar, terutama untuk situasi saat ini, selain racun berasa gula dalam bentuk harapan-harapan yang salah. Tak ada yang meningkatkan keangkuhan kaum fasis begitu banyak seperti halnya ‘pasifisme lembek’ pada organisasi-organisasi pekerja. Tak ada yang merusak kepercayaan kelas-kelas menengah terhadap kelas pekerja selain keragu-raguan, pasifitas dan tidak adanya keinginan untuk bertarung.

Le Populaire [Koran Partai Sosialis] dan terutama l'Humanite [Koran partai Komunis] menulis setiap hari:

“Front persatuan adalah sebuah blokade dalam melawan fasisme...”;

“Front persatuan tidak akan membiarkan...”;

“Kaum fasis tidak akan berani”, dan sebagainya.

Kesemuanya adalah omong kosong. Perlu ditegaskan kepada para pekerja, kaum Sosialis, dan Komunis secara langsung: jangan biarkan dirimu diredam oleh omong kosong para jurnalis dan orator-orator yang dangkal. Ini adalah pertanyaan tentang hidup dan mati kita dan masa depan sosialisme. Kita bukannya mengingkari pentingnya front persatuan. Kami sudah menuntut hal ini jauh-jauh hari ketika para pemimpin kedua partai masih menolaknya. Front persatuan membuka banyak sekali kemungkinan, tapi hanya sebatas itu. Front terbuka semacam itu, dalam dirinya sendiri, tak akan menentukan apapun. Perjuangan massa-lah yang menentukan. Front terbuka baru akan terlihat gunanya jika kelompok komunis memberikan bantuan kelompok sosial demokrat vice a versa dalam kasus serangan oleh kelompok fasis terhadap Le Populaire atau l'Humanite. Tapi untuk itu, kelompok-kelompok tempur proletar haruslah ada dididik, dilatih dan dipersenjatai. Tanpa adanya sebuah organisasi pertahanan, seperti halnya milisi pekerja, Le Populaire atau l'Humanite mungkin masih mampu menulis artikel sesuka mereka dalam lindungan nama besar front persatuan, namun kedua koran tersebut akan segera menyadari betapa rapuhnya mereka saat mereka menghadapi serangan pertama kaum fasis yang dipersiapkan dengan baik.

Kami mengajukan studi kritis mengenai ‘argumen-argumen’ dan ‘teori-teori’ dari musuh milisi pekerja yang sangat beragam dan berpengaruh dalam dua partai kelas pekerja. Kita sering mendengar hal semacam ini:

“Kita membutuhkan pertahanan dan bukannya milisi”.

Tetapi apakah yang dimaksud dengan ‘pertahanan massa’ tanpa adanya organisasi-organisasi tempur, tanpa kader-kader khusus, tanpa senjata? Menyerahkan tanggung jawab pertahanan dalam melawan fasisme pada massa yang tidak terorganisir dan tak dipersiapkan sama dengan memainkan peran yang lebih rendah dari Pontius Pilatus. Menyangkal peran dari milisi sama halnya dengan menafikkan peran garda depan. Kenapa harus sebuah partai? Tanpa dukungan dari massa, milisi tak akan berarti sama sekali. Tapi, tanpa kelompok-kelompok tempur yang terorganisir, massa yang paling heroikpun akan dihancurkan bagian demi bagian oleh gang-gang fasis. Adalah omong kosong untuk mengkontradiksikan antara milisi dengan pertahanan. Milisi adalah sebuah organ pertahanan.

“Untuk membentuk organisasi milisi,” tukas para penentang yang, tentu saja, tidak serius dan jujur, “sama dengan melibatkan diri dalam provokasi.”

Ini bukanlah sebuah argumen, tapi penghinaan. Jika kebutuhan akan pertahanan dalam organisasi-organisasi pekerja berasal dari keseluruhan situasi, bagaimana bisa seseorang tidak membutuhkan pembentukan sebuah milisi? Mungkin mereka bermaksud untuk mengatakan pembentukan sebuah milisi ‘memprovokasi’ serangan dari kaum fasis dan represi pemerintah. Kalau yang dimaksud demikian, ini merupakan argumen yang benar-benar reaksioner. Liberalisme selalu mengatakan pada para pekerja bahwa dengan perjuangan kelasnya mereka memprovokasi sebuah reaksi.

Kubu reformis kerap mengulang tuduhan ini dalam melawan kaum Marxis, juga saat kaum Menshevik melawan kaum Bolshevik. Pemikiran awalnya adalah jika kaum tertindas tidak memulainya, maka kaum penindas tidak akan merasa berkewajiban memukul mereka. Ini adalah filosofi dari Tolstoy dan Gandhi tapi tak pernah sekalipun diungkap oleh Marx dan Lenin. Jika l'Humanite setelah ini ingin membangun doktrin non-resistance to evil by violence, mereka seharusnya tidak menggunakan palu dan arit sebagai simbolnya, emblem Revolusi Oktober, tapi kambing penurut, yang menyediakan susu bagi Gandhi.

“Tetapi mempersenjatai para pekerja hanyalah cocok dalam sebuah situasi yang revolusioner, yang belum datang saat ini.”

Argumen yang bijaksana ini sama saja dengan mempersilakan kaum pekerja untuk dibantai sampai situasi menjadi revolusioner. Mereka yang kemarin mengkhotbahkan tentang ‘periode ketiga’ enggan mempertimbangkan apa yang belum dan akan terjadi. Pertanyaan tentang mempersenjatai diri mengemuka sebab situasi ‘demokratis’, ‘normal’ dan ‘damai’ telah memberikan jalan bagi situasi yang ‘tak stabil’, ‘kritis’, dan ‘kacau’ yang dapat mentransformasikan dirinya kedalam situasi yang revolusioner, bahkan juga kontra revolusioner.

[Catatan: "Periode Ketiga ": berdasarkan susunan Stalinis, periode ini adalah ‘periode terakhir kapitalisme’, periode kematiannya yang segera datang dan penggeserannya oleh soviet. Periode ini diperhitungkan oleh komunis ultra-kiri dan taktik-taktik petualangan, khususnya konsep sosial fasisme.]

Pilihan ini bergantung terutama pada apakah pekerja maju akan membiarkan dirinya diserang tanpa ampun dan dikalahkan sedikit demi sedikit atau membalas setiap pukulan dengan dua kelengkapan mereka, yaitu meningkatkan keberanian kaum tertindas dan menyatukannya mereka dalam panji-panji mereka. Sebuah situasi yang revolusioner tidaklah jatuh dari langit. Situasi ini mengambil bentuknya melalui partisipasi aktif kelas revolusioner dan partainya.

Stalinis Prancis saat ini berargumentasi bahwa milisi tidaklah melindungi kaum proletar Jerman dari kekalahannya. Padahal baru kemarin mereka menyangkal kekalahan mereka di Jerman dan menegaskan bahwa kebijakan Stalinis Jerman benar dari awal sampai akhir. Sekarang mereka membebankan semua kesalahan pada milisi pekerja Jerman (Front Rote) [Front Tempur Merah: milisi yang didominasi kaum Komunis yang dilarang oleh pemerintahan Sosial Demokrasi setelah kerusuhan May Day, Berlin, pada tahun 1929]. Oleh sebab satu kesalahan, mereka terjatuh ke dalam sebuah pihak yang berlawanan secara diametris, yang tak kalah mengerikannya. Milisi, dalam dirinya sendiri, tidaklah menyelesaikan permasalahan. Sebuah kebijakan yang benarlah yang dibutuhkan. Sementara itu, kebijakan Stalinisme di Jerman (sosial fasisme adalah musuh utama), perpecahan dalam organisasi-organisasi buruh, percumbuan dengan nasionalisme, putschisme) menggiring secara fatal garda depan proletar pada isolasi dan keruntuhannya. Tanpa sebuah strategi yang berharga, tak akan ada milisi yang bisa menyelamatkan situasi.

Omong kosong jika, dalam dirinya sendiri, organisasi milisi akan terjerumus dalam petualangan, memprovokasi musuh, menggeser perjuangan politik menjadi perjuangan fisik, dan lain sebagainya. Semua omongan ini tak lebih dari sebuah kepengecutan politik belaka.

Barisan milisi, sebagai organisasi garda depan yang kuat, terbukti merupakan pertahanan yang paling pasti dalam melawan petualang-petualang politik, melawan terorisme individu, melawan ledakan-ledakan spontan yang berdarah.

Barisan milisi pada waktu yang sama merupakan satu-satunya cara yang serius untuk menurunkan sampai minimum terjadinya perang sipil yang kubu fasis paksakan pada kaum proletar. Biarkanlah para pekerja, lepas dari tidak adanya sebuah ‘situasi revolusioner’, meluruskan ‘patriot-patriot anak mama’ dengan cara mereka sendiri, dan niscaya rekrutmen kelompok-kelompok fasis baru akan menjadi lebih sulit.

Tapi para ahli strategi, dibingungkan dengan cara pikirnya sendiri, menyangkal kami dengan argumen-argumen yang lebih bodoh. Kami mengutipnya secara tekstual:
“Jika kita merespon tembakan revolver kaum fasis dengan tembakan revolver yang lain," tulis L'Humanite pada October 23 [1934], “Kita melupakan fakta bahwa fasisme adalah produk dari rezim kapitalis dan bahwa dalam perang melawan fasisme kita menghadapi keseluruhan sistem."

Tak ada kalimat-kalimat yang lebih membingungkan dan salah dari kalimat-kalimat di atas. Kita dilarang untuk membela diri atas serangan kaum fasis sebab mereka adalah ‘sebuah produk dari rezim kapitalis’. Ini berarti kita harus membatalkan semua perjuangan, karena semua kejahatan sosial dewasa ini adalah ‘produk-produk dari sistem kapitalisme’.

Saat kaum fasis membunuh seorang revolusioner, atau membakar habis gedung koran proletar, para pekerja diharapkan untuk mengeluh dengan cara yang terlalu filosofis: ‘Pembunuhan dan pembakaran adalah produk-produk dari sistem kapitalis’, dan pulanglah dengan hati yang tenang.

Kebusukan Fatalis menggantikan teori militan Marx demi keuntungan mendasar musuh kelas kita. Keruntuhan kaum borjuis kecil adalah, tentu saja, produk dari sistem kapitalisme. Pertumbuhan kelompok-kelompok fasis juga, sebagai konsekwensinya, adalah produk dari kehancuran kaum borjuis kecil. Tapi di pihak lain, peningkatan penderitaan dan perlawanan kaum proletar juga merupakan produk-produk dari kapitalisme, dan milisi pekerja, pada gilirannya, adalah produk dari makin tajamnya perjuangan kelas. Lalu kenapa, bagi kaum ‘Marxiss’ dalam l'Humanite, kelompok-kelompok fasis adalah produk yang sah dari kapitalisme dan milisi pekerja adalah produk yang tidak sah dari –kaum Trotskyis? Sulit untuk memahami ujung atau pangkal dari pernyataan ini.

“Kita harus berurusan dengan seluruh sistem,” demikian kita sering diberitahu.

Bagaimana? Di awang-awang? Kaum fasis di negara-negara yang berbeda memulainya dengan menggunakan revolver dan mengakhirinya dengan menghancurkan seluruh ‘sistem’ dalam organisasi-organisasi pekerja. Bagaimanakah kita bisa mengetahui serangan bersenjata musuh jika tidak dengan pertahanan bersenjata untuk, pada gilirannya, balas menyerang?

l'Humanite sekarang mengakui pentingnya pertahanan dalam tulisan-tulisan mereka, tetapi hanya dalam bentuk ‘pertahanan diri massa’. Milisi bersifat merugikan karena, seperti anda lihat, mereka memecah kelompok tempur massa. Tetapi kenapa terdapat detasemen-detasemen bersenjata independen diantara kaum fasis yang tidak terpisah dari massanya namun sebaliknya mengangkat keberanian dan kepercayaan massa tersebut dengan serangan-serangan mereka yang tersusun rapi? Atau mungkin massa pekerja lebih rendah kualitasnya dalam pertempuran dibandingkan dengan kaum borjuis kecil?

Terjerat dalam kebingungan, l'Humanite akhirnya mulai ragu-ragu dengan pendapatnya sendiri. Akhirnya muncullah pandangan bahwa pertahanan diri massa membutuhkan pembentukan ‘kelompok pertahanan diri’ khusus. Kelompok-kelompok dan detasemen-detasemen khusus diajukan untuk menggantikan konsep milisi yang ditolak.

Pada awalnya seolah-olah perbedaan yang ada hanya menyangkut soal istilah. Tak bisa disangkal, istilah yang diajukan oleh L'Humanite memang tak jelas artinya. Seseorang bisa mengajukan konsep ‘pertahanan diri massa’, namun tidak ‘kelompok pertahanan diri’, sebab tujuan dari kelompok tersebut bukanlah untuk membela dirinya sendiri tapi untuk membela organisasi-organisasi pekerja. Tetapi, tentu saja ini bukan soal istilah belaka. “Kelompok pertahanan diri”, menurut l'Humanite, harus menolak penggunaan senjata demi menghindari jatuhnya mereka kedalam “putschisme”. Orang-orang bijaksana ini memperlakukan kelas pekerja tak ubahnya seperti bayi yang harus dilarang memegang pisau di tangannya. Selain itu, seperti kita ketahui bersama, pisau adalah monopoli dari Camelots du Roi [kaum monarkis Prancis yang bergabung dengan koran Charles Maurras, ‘Action Francaise’, yang merupakan kubu anti demokratik dan seringkali menggunakan kekerasan], yang merupakan ‘produk sah dari kapitalisme’ dan, dengan bantuan pisau, telah menjungkalkan ‘sistem’ demokrasi. Lalu bagaimana ‘kelompok pertahanan diri’ membela dirinya dalam melawan revolver kaum fasis? “Secara ideologis,” tentu saja. Dengan kata lain: mereka bisa bersembunyi. Tanpa memiliki apa yang mereka butuhkan di tangan mereka, mereka harus mencari pertahanan diri di kaki mereka. Dan sementara itu kaum fasis meringkus organisasi-organisasi pekerja tanpa perlawanan. Tetapi jika kaum proletar menderita kekalahan yang hebat, ini sama sekali bukanlah kesalahan dari ‘putschisme’. Para pembual ini, berlindung dibawah panji-panji ‘Bolshevisme’, hanya menimbulkan kemuakan dan kebencian saja.

Selama ‘periode ketiga’ yang indah – saat pengatur-pengatur strategi l'Humanite terserang halusinasi, ‘menguasai’ jalan-jalan setiap hari dan mengutuk semua orang yang tidak bergabung dengan keekstravaganzaan mereka sebagai ‘sosial fasis’ – kami sudah memprediksikan: “Pada momen dimana tuan-tuan ini terbakar ujung-ujung jarinya, mereka akan menjadi oportunis terburuk yang pernah ada.” Prediksi ini sekarang telah digenapi sepenuhnya. Pada sebuah waktu dimana persetujuan tentang milisi semakin tumbuh dan menguat di dalam gerakan partai Sosialis, para pemimpin dari apa yang disebut sebagai partai Komunis lari ke pipa air untuk mendinginkan keinginan pekerja maju untuk mengorganisir dirinya dalam jalur-jalur tempur. Dapatkah seseorang membayangkan perbuatan yang lebih celaka dan terkutuk dari tindakan ini?

Dalam partai Sosialis sesekali keberatan semacam ini juga terdengar:

“Sebuah milisi memang harus dibentuk tapi tidak ada gunanya untuk mengumumkan tentang hal ini.”

Seseorang wajib menghargai kawan yang berharap untuk melindungi bagian praksis masalah dari mata dan telinga yang tidak berkepentingan. Tapi menjadi terlalu naif untuk berfikir bahwa sebuah milisi bisa diciptakan tanpa terlihat dan secara rahasia. Kita membutuhkan puluhan, dan selanjutnya ratusan, bahkan ribuan petarung. Ini bisa terwujud jika jutaan pekerja wanita dan pria, dan dibelakangnya para petani, memahami kebutuhan akan milisi dan menciptakan di sekeliling sukarelawan tersebut sebuah atmosfer simpati yang menggairahkan dan juga dukungan-dukungan aktif. Perhatian konspiratorial dapat dan harus menutup aspek-aspek teknis masalah tersebut. Namun kampanye politis harus dikembangkan secara terbuka, dalam pertemuan-pertemuan, di pabrik-pabrik, di jalan-jalan dan pada tempat-tempat berkumpulnya massa.

Kader-kader fundamental milisi haruslah terdiri dari pekerja-pekerja pabrik yang dikelompokkan menurut tempat kerja mereka, saling tahu satu sama lain dan mampu melindungi detasemen tempur mereka dalam melawan provokasi agen-agen musuh dengan lebih baik dan pasti dibandingkan birokrat-birokrat mumpuni sekalipun. Pekerjaan-pekerjaan konspiratif, tanpa mobilisasi terbuka massa, akan tertahan tanpa mampu berbuat apa-apa pada saat bahaya datang. Setiap organisasi pekerja harus menceburkan diri dalam pekerjaan ini. Khusus untuk masalah ini, mungkin tak diperlukan lagi garis demarkasi antara partai pekerja dan organisasi-organisasi buruh. Bersama-sama mereka harus memobilisasi massa. Dengan cara itu kesuksesan milisi rakyat akan terjamin penuh.

“Tapi darimanakah para pekerja akan mendapatkan senjatanya” sanggah sang ‘realis’ yang bijak—bisa dikatakan juga, kaum filistin penakut – “musuh memiliki senapan, meriam, tank, gas, dan pesawat udara. Para pekerja cuma memiliki ratusan revolver dan pisau saku.”

Keberatan semcam ini diangkat untuk menakuti para pekerja. Di satu pihak, mereka menyamakan senjata kaum fasis dengan senjata negara. Tapi di pihak lain, mereka menoleh kepada negara dan menuntut mereka untuk melucuti senjata kaum fasis. Logika yang luar biasa! Faktanya, posisi mereka pada kedua kasus sama-sama salah. Di Prancis, kaum fasis masih belum terlalu jauh mengontrol negara. Pada 6 Februari, mereka memasuki konflik bersenjata dengan polisi negara. Karena itulah adalah salah untuk menyebutkan meriam dan tank saat masalahnya adalah perjuangan bersenjata yang mendesak melawan kaum fasis. Kaum fasis tentu saja lebih kaya dibandingkan dengan kita. Lebih mudah bagi mereka untuk membeli senjata. Tetapi para pekerja jauh lebih banyak, lebih pandai, dan lebih total, saat mereka sadar akan sebuah kepemimpinan revolusioner yang tegas.

Sebagai tambahan dari sumber lain, para pekerja juga dapat mempersenjati diri dari biaya yang dikeluarkan oleh kaum fasis, yaitu dengan melucuti senjata mereka.
Ini merupakan salah satu bentuk perjuangan melawan kaum fasis. Saat gudang senjata para pekerja semakin penuh dengan senjata dari depo-depo kaum fasis, bank-bank dan trust-trust akan berlaku lebih hati-hati dalam membiayai persenjataan penjaga-penjaga mereka yang kejam. Otoritas-otoritas yang khawatir akan mulai mencegah untuk mempersenjatai kaum fasis agar tidak memberikan sumber-sumber tambahan senjata bagi para pekerja. Kita telah lama mengetahui bahwa hanya taktik revolusioner yang menghasilkan, sebagai efek samping, ‘perubahan-perubahan’ atau konsesi-konsesi dari pemerintah.

Tapi bagaimana untuk melucuti kaum fasis? Secara alami, tidak mungkin untuk melakukannya dengan artikel-artikel koran saja. Skuadron tempur harus dibentuk. Badan intelijen harus dibangun. Ribuan informan dan pembantu-pembantu yang baik akan membantu semuanya secara sukarela saat mereka menyadari bahwa masalah ini sudah ditangani secara serius oleh kita. Ini juga membutuhkan sebuah kehendak untuk aksi pekerja.

Tetapi senjata-senjata kaum fasis tentu saja bukanlah satu-satunya sumber yang ada. Di Prancis, terdapat lebih dari satu juta pekerja yang terorganisir. Secara umum, jumlah ini termasuk kecil. Tapi ini benar-benar cukup untuk dijadikan permulaan dalam organisasi milisi pekerja. Jika partai-partai dan organisasi-organisasi hanya mempersenjatai sepuluh dari anggotanya, itu sudah akan menjadi sebuah kekuatan bagi 100,000 orang. Tak ada yang meragukan bahwa jumlah sukarelawan yang akan maju ke depan dalam ‘front persatuan’ di masa depan untuk bergabung dalam milisi pekerja akan jauh melebihi jumlah itu. Kontribusi partai-partai dan organisasi-organisasi, kelompok-kelompok dan sumbangan-sumbangan sukarela, akan dalam tempo satu atau dua bulan mampu menjamin persenjataan dari 100,000 sampai 200,000 prajurit-prajurit kelas buruh. Massa fasis akan tenggelam dalam rasa takut. Seluruh perspektif pembangunan akan menjadi lebih menjanjikan.

Menjadikan ketiadaan senjata atau alasan-alasan obyektif lain untuk menjelaskan kenapa tidak ada usaha dalam menciptakan sebuah milisi sampai sekarang adalah usaha untuk membodohi diri sendiri dan orang lain. Halangan prinsipil – bisa dikatakan halangan satu-satunya– berakar pada karakter konservatif dan pasif para pemimpin organisasi-organisasi pekerja. Para pemimpin yang skeptis itu tidak mempercayai kekuatan kaum proletar. Mereka menaruh harapan mereka pada semua bentuk mukjizat-mukjizat dari atas dibandingkan memberikan wadah revolusioner bagi energi-energi yang berdenyut dari bawah. Pekerja sosialis harus memaksa pemimpin mereka untuk mewujudkan milisi pekerja secepatnya atau memberikan jalan kepada kekuatan-kekuatan yang lebih segar dan muda.

Sebuah pemogokan tidak bisa kita bayangkan jadinya tanpa propaganda dan agitasi. Juga tak bisa dibayangkan jika aksi massa diadakan tanpa penjagaan satuan pengamanan dari serikat pekerja yang, saat mereka mampu, menggunakan persuasi, tapi jika perlu, menggunakan paksaan. Pemogokan adalah bentuk paling mendasar dari perjuangan kelas yang selalu menggabungkan, dalam proporsi yang bervariasi, metode-metode ‘ideologis’ dengan metode-metode fisik. Perjuangan melawan fasisme secara mendasar merupakan perjuangan politis yang membutuhkan sebuah milisi seperti halnya aksi massa membutuhkan satuan pengamanan serikat pekerja. Pada dasarnya satuan itulah embrio dari lahirnya milisi pekerja. Seseorang yang mencoba menolak perjuangan fisik sama dengan menolak seluruh bentuk perjuangan, karena roh tak bisa hidup tanpa daging.
Mengikuti pandangan dari teoritikus militer terkemuka Clausewitz, perang adalah kelanjutan dari pertarungan politik dengan alat yang lain. Definisi ini sesuai sepenuhnya dengan perang sipil. Adalah keliru untuk membedakan perjuangan politik dan perjuangan bersenjata. Saat perjuangan politik, oleh sebab desakan kebutuhan didalam, mentransformasikan dirinya ke dalam perjuangan bersenjata, kita tak mungkin lagi bisa membagi keduanya.

Kewajiban partai revolusioner adalah untuk memprediksikan waktu di mana kita tak bisa lagi menolak transformasi politik kedalam konflik bersenjata secara terbuka, dan dengan seluruh kekuatan yang ada mempersiapkan diri untuk momen itu, seperti halnya yang dilakukan oleh kelas penguasa.

Detasemen-detasemen milisi pertahanan dalam melawan fasisme adalah langkah pertama dalam mempersenjatai kaum proletar, dan bukannya langkah terakhir. Slogan kita adalah:

“Persenjatai proletar dan petani-petani revolusioner!”

Milisi pekerja harus, pada analisa akhir, merangkul semua pekerja. Program ini hanya bisa dipenuhi di dalam negara pekerja yang menguasai semua alat produksi dan tentunya alat-alat pemusnah–antara lain, semua senjata beserta perusahaan-perusahaan yang memproduksinya.

Tapi, tidak mungkin kita membentuk negara para pekerja dengan tangan kosong. Hanya orang-orang politik invalid macam Renaudel yang membicarakan tentang jalan konstitusional dan damai menuju sosialisme. Jalan konstitusional telah terpotong-potong oleh parit-parit yang dibikin oleh kelompok fasis. Banyak parit-parit menghadang di depan kita. Kaum borjuis tak akan ragu-ragu untuk mengambil jalan kudeta dengan bantuan polisi dan militer demi mencegah kaum proletar menuju kekuasaan.

[Catatan: Pierre Renaudel (1871-1935): sebelum Perang Dunia I, tangan kanan pemimpin sosialis Jean Jaures dan editor dari l'Humanite. Selama perang, dia merupakan patriot sayap kanan. Pada dekade 30-an, dia dan Marcel Deat memimpin kaum revisionis yang bertendensi "neo-sosialis". Dikalahkan dalam konvensi Juli 1933, kecenderungan ini lepas dari partai Sosialis. Sesudah kerusuhan fasis pada 6 Februari 1934, kebanyakan dari kaum "neo" ini bergabung dengan partai Radikal, partai utama dalam kapitalisme Prancis.]

Sebuah negara sosialis para pekerja hanya bisa diwujudkan melalui revolusi yang berkemenangan.

Setiap revolusi dipersiapkan melalui pembangunan ekonomi dan politik, tapi selalu ditentukan oleh konflik bersenjata secara terbuka diantara kelas-kelas yang saling bertentangan. Sebuah kemenangan revolusioner dapat menjadi kenyataan sebagai hasil agitasi politik yang matang, periode pendidikan dan organisasi massa yang lama.
Konflik bersenjata sendiri harus dipersiapkan juga jauh sebelumnya. Pekerja-pekerja maju harus tahu bahwa mereka harus bertempur dan memenangkan sebuah perjuangan sampai mati. Mereka harus mendapatkan senjata, sebagai jaminan emansipasi mereka.

No comments: